Oleh : Umar Faruk,S,Kep.,Ns, M.Kep
( Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan Universitas Hangtuah Surabaya)
Perawat merupakan tenaga kesehatan professional yang mempunyai peranan penting dalam pelayanan di rumah sakit. Pelayanan di rumah sakit terutama dalam tindakan operasi khususnya dalam konteks praanestesi, perawat ruang memiliki peranan yang penting dalam memberikan asuhan keperawatan prabedah, memantau, dan melaporkan kondisi pasien praoperasi kepada dokter operator dan juga dokter anestesiologi. Keperawatan anestesiologi merupakan salah satu program studi dalam rumpun ilmu kesehatan. Antara perawat anestesi dan penata anestesi memiliki peranan yang berbeda dalam implementasinya.
seorang perawat yang telah memiliki Certified Registered Nurse Anesthetists (CRNA) mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Pra operasi : Memastikan dengan benar identitas pasien yang akan dibius, mengidentifikasi riwayat alergi dan penyakit lainnya.
2. Intra Operasi : Perawat anastesi bertanggung jawab terhadap manajemen pasien, alat-alat serta obat yang digunakan saat operasi.
3. Post Operasi : Memantau kondisi pasien sampai pasien sadar secara penuh.
Mari kita kupas dalam perspektif hukum yang berlaku di negara kita perbedaan dari perawat anastesi dan penata anastesi
A. Ditinjau dari UU No 29/20014 tentang Praktek Kedokteran Pasal 73
1. Ayat (1), bahwa setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik
2. Ayat (3), ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
3. Pada penjelasan UU tersebut, pasal 73, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan yang dimaksud antara lain bidan dan perawat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan peraturan perundangan
“Dari makna interpretasi gramatikal dan interpretasi historis berarti bahwa kewenangan dokter spesialis atau dokter umum hanya dapat dilimpahkan kepada perawat atau bidan”...tidak terulis kepada tenaga kesehatan lain.
B. Ditinjau dari UU No 36/2009 tentang Kesehatan
“UU No 36/2009 tentang kesehatan, BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (6) “Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Jadi syarat tenaga kesehatan harus melalui pendidikan bukan pelatihan, artinya harus ijazah
C. Dalam Undang Undang No 36/2014 tentang tenaga kesehatan
“Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Jadi yang dimaksud dengan tenaga kesehatan harus melalui pendidikan bukan pelatihan, pendidikan bukan pelatihan, pendidikan harus ada ijazah, sertifikat merupakan penambahan kompetensi dengan tidak melupakan ilmu dasar atau rumpun ilmu awal yang bersangkutan.
UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam Pasal 11 :
1. tenaga medis;
2. tenaga psikologi klinis;
3. tenaga keperawatan;
4. tenaga kebidanan;
5. tenaga kefarmasian;
6. tenaga kesehatan masyarakat;
7. tenaga kesehatan lingkungan;
8. tenaga gizi;
9. tenaga keterapian fisik;
10. tenaga keteknisian medis;
11. tenaga teknik biomedika;
12. tenaga kesehatan tradisional; dan
13. tenaga kesehatan lain.
Tidak ada disebutkan Penata anesthesi yang ada yang perawat.
Pada point (3) perawat adalah tenaga kesehatan, sedangkan penata anesthesi tidak masukkan dalam tenaga kesehatan.
D. UU No 38/2014 Tentang Keperawatan Pasal 32
1. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e hanya dapat diberikan secara TERTULIS oleh tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.
2. Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara delegatif atau mandat.
3. Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
4. Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi TERLATIH YANG MEMILIKI KOMPETENSI yang diperlukan.
5. Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan.
6. Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang MANDAT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berada pada pemberi pelimpahan wewenang.
Dalam UU No 38/2014 sejalan dengan Undang Undang No 29/2004 tentang praktik kedokteran, perawat dapat menerima tindakan medik apabila di intruksikan oleh dokter, seperti misalnya injeksi, pasang infus. Dan lain sebagainyanya dengan istilah pelimpahan wewenang berupa delegatif dan mandat.
E. Ditinjau dari Permenkes RI Nomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang Pedoman penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit
“Bab II dijelaskan bahwa ada 2 (dua) jenis tenaga perawat yang bertugas di unit pelayanan anestesiologi yaitu Perawat Anestesi (tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan dan ilmu keperawatan anestesi dan Perawat (perawat yang telah mendapatkan pelatihan anestesi).
F. Permenkes RI Nomor 18 Tahun 2016 tentang izin dan penyeleng garaan praktik penata anestesi. Isi penting Permenkes ini adalah :
1. Permenkes ini tidak membatalkan Permenkes terdahulu yaitu Permenkes RI Nomor 519/Menkes/Per/III/2011.
2. Bab V ketentuan penutup, pasal 24, poin (a), semua nomenklatur Perawat Anestesi pada Permenkes RI Nomor 519/Menkes/Per/III/2011 harus dibaca dan dimaknai sebagai Penata Anestesi. Hal ini berarti bahwa Perawat (perawat yang telah mendapatkan pelatihan anestesi) tetap diakui sebagai perawat yang memberikan pelayanan di unit anestesiologi dan terapi intensif.
3. “Permenkes RI Nomor 18 Tahun 2016 tentang izin dan penyelenggaraan praktik penata anestesi, Bagian kedua Pelimpahan wewenang, pasal 12, poin (a) dijelaskan bahwa penata anestesi dapat melaksanakan pelayanan dibawah pengawasan atas pelimpahan wewenang secara mandat dari dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain. Ini tidak ada cantolan Undang Undangnya kecuali Undang Kedokteran hanya perawat dan bidan, Undang Keperawatan untuk perawat, Undang Undang Kebidanan Untuk Bidan.
Pelimpahan wewenang dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 73 dalam pasal penjelasan tidak ada disebutkan penata anastesi atau tenaga kesehatan lain hal ini kita perlu minta pendapat kepada Ikatan Dokter Indonesia atau Ketua Komite Medik dilingkungan Rumah Sakit., Area tindakan medik mutlak milik dokter umum dan dokter spesialis .
Perawat memiliki kewewenangan untuk melakukan praktik keperawatan berupa Asuhan Keperawatan. Sedangkan penata anestesi merupakan jenis tenaga kesehatan yakni keteknisian medis yang dalam praktiknya melakukan pelayanan asuhan kepenataan anestesi. Dilansir dari gustinerz.com bahwa PPNI mengajukan surat keberatan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait Nomenklatur D4 Keperawatan Anestesi. Inti dari surat keberatan ini adalah penggunaan “Keperawatan” yang nantinya menghasilkan lulusan penata anestesi dianggap tidak tepat. Karena lulusan D4 Keperawatan Anestesi adalah seorang perawat anestesi bukan penata anestesi. Atas dasar surat keberatan yang diajukan oleh PPNI, Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud menyampaikan bahwa :
1. Undang-undang No 36/2014 bahwasanya Penata Anestesi termasuk dalam kelompok Tenaga Keteknisian Medis bukan termasuk kelompok Keperawatan.
2. Prodi D4 Keperawatan Anestesiologi termasuk dalam rumpun kesehatan kelompok kesehatan bukan rumpun kelompok keperawatan
3. Capaian Pembelajaran Lulusan Prodi D4 Anestesi lebih menekankan kepada pemenuhan kompetensi sebagai Penata Anestesi, bukan sebagai Perawat Anestesi
4. Organisasi Profesi yang menaungi Penata Anestesi bukan PPNI, melainkan Ikatan Penata Anestesi (IPAI)
Pendidikan D4 Keperawatan Anestesi bisa ditempuh selama 4 tahun untuk mendapatkan gelar sarjana. Gelar yang nantinya didapatkan dari lulusan D4 Keperawatan Anestesi adalah S.Tr.Kes. Sedangkan untuk di ruang ICU memerlukan satu tahun pengalaman bekerja. Apabila akan melanjutkan untuk mendapatkan gelar master ilmu keperawatan diperlukan waktu 2 tahun. Penata anestesi profesional bisa melakukan tugas nya di ruang operasi maupun di ruang Post Anaesthesia Care Unit (PACU). Umar Faruk , Ketua PPNI Kab. Sidoarjo menyebutkan lahirnya profesi Penata Anestesi membingungkan legalitas tenaga kesehatan yang bekerja memberikan asuhan antara perawat dan penata pada area anestesi. Hal itu disampaikan menanggapi pemberitaan acara pelantikan Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) yang berlangsung di Lidograha Hotel pada Sabtu, 30 Oktober 2021 lalu. “kami merasa keberatan dengan berita itu, Perawat organisasi profesinya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), sedangkan Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) merupakan organisasi profesinya Penata Anestesi, secara organisasi profesi antara perawat dengan penata sudah berbeda,” katanya kepada media online, umar faruk menambahkan, lahirnya profesi Penata Anestesi membingungkan legalitas tenaga kesehatan yang bekerja memberikan asuhan antara perawat dan penata pada area anestesi. Anestesi yang merupakan kompetensi dan kewenangannya kedokteran seharusnya segala aturan perundang-undangan terkait anestesi harus merujuk kepada undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Disamping itu, lahirnya Peraturan Menteri Kesehatan nomor 18 tahun 2016 tentang Penata Anestesi merupakan turunan dari UU nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan bukan turunan dari UU Praktik Kedokteran. “Secara logikanya saya berpikir anestesi itu bagian dari kompetensi dan kewenangannya kedokteran, bukan kompetensi tenaga kesehatan sehingga tidak relevan apabila aturannya malah merujuk kepada turunan UU Tenaga Kesehatan bukan kepada UU Praktik Kedokteran,” ujarnya. Selebihnya, umar menambahkan, kalau anestesi merujuk pada UU nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, profesi selain dokter yang terlibat dalam Professional Pemberi Asuhan (PPA) di area pelayanan anestesi adalah perawat. Misalnya, pada penjelasan pasal 73 Ayat 3 UU No. 29 tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran mengatakan Tenaga Kesehatan dimaksud antara lain Bidan dan Perawat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Artinya, Profesi non Medis yang bisa berhubungan langsung dengan pasien hanyalah perawat dan bidan, selaku tenaga keteknisian medis profesi Penata Anestesi akan bertentangan dengan pasal 73 ayat 3 UU Praktik Kedokteran ketika mereka dibenarkan memberikan asuhan langsung kepada pasien,” Jelasnya. Seharusnya pasca keluarnya UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan profesi penata anestesi bukan lagi bagian dari profesi keperawatan. Hal ini ditegaskan pada pasal 11 Undang-Undang Tenaga Kesehatan bahwa Penata Anestesi adalah tenaga kesehatan bagian dari Keteknisian Medis. “Mereka harusnya konsisten pada nama Penata dengan tidak lagi menggunakan nomenklatur perawat atau keperawatan. Karena organisasi profesi yang menaungi perawat hanyalah PPNI, untuk Perawat Anestesi sendiri PPNI sudah menyediakan HIPANI sebagai badan kelengkapannya,” imbuhnya.